PILIHAN bangsa ini untuk menjadi negara hukum bukan lahir dari sebuah
angan-angan kosong. Negara hukum dipilih karena pengalaman getir
sebagai negeri yang dijajah dan lebih dari tiga abad berada dalam
lorong gelap ketidakadilan.
Bagi segenap anak bangsa ini, negara hukum lahir karena kerinduan yang
amat sangat terhadap terwujudnya keadilan. Itu berarti hukum bukan
sekadar alat untuk menciptakan ketertiban, melainkan yang lebih utama
adalah untuk menegakkan keadilan.
Sayangnya, jalan menuju tegaknya keadilan melalui hukum di negeri ini
kian jauh panggang dari api. Hukum bukan semata dipahami secara
prosedural legalistik, melainkan sudah diperdagangkan secara
murah-murahan, baik dalam pasar gelap maupun pasar terang. Pembelinya
bukan hanya para makelar, melainkan juga mafioso.

Fakta munculnya rekaman antara Anggodo Widjojo dan para penegak hukum
yang amat terang-benderang menyusun skenario mengkriminalkan
Bibit-Chandra, dua pemimpin nonaktif KPK, adalah bukti hukum yang
ditransaksikan itu.
Bukti itu kian kuat ketika mantan Kapolres Jakarta Selatan Wiliardi
Wizard mengakui telah diperintah oleh pimpinannya untuk menandatangani
berita acara pemeriksaan yang berisi skenario menjerat Antasari Azhar,
mantan Ketua KPK.
Penelusuran Tim 8 terhadap dua kasus tersebut kian mengukuhkan
pendapat publik bahwa hukum sedang menuju kebangkrutan di negeri ini.
Sebuah kebangkrutan yang disebabkan oleh permainan lincah para cukong
dan tunduk dan takluknya penegak hukum oleh uang.
Hukum di negeri ini memang hanya indah di dalam kitab undang-undang,
tapi busuk dalam kenyataan. Puncak kebusukan hukum itu terjadi
sekarang ini dengan diperdengarkannya rekaman telepon Anggodo di MK
dan pengakuan Wiliardi Wizard di pengadilan.
Akibatnya, citra negeri ini memburuk di mata internasional. Sebuah
kampanye yang jelek, amat jelek, yang bisa menghancurkan minat
investor untuk menanamkan modalnya di negeri ini. Sebab yang terjadi
di negeri ini bukan hanya tak ada kepastian hukum, melainkan juga
kehancuran hukum.
Di dalam negeri, berangsur-angsur kepercayaan publik terhadap Presiden
pun kian tergerus karena sikapnya yang dinilai tidak tegas. Semakin
berlarut-larut kebangkrutan hukum ini dibiarkan, semakin mahal pula
harga yang harus kita bayar. Karena itu, berulang-ulang melalui forum
ini kita menggarisbawahi agar Presiden segera bertindak membersihkan
rumah penegak hukum dari sarang penyamun.
Dengan kekuatan dan legitimasi yang dimilikinya, ditambah amunisi
rekomendasi Tim 8, Presiden harus melakukan penyelamatan agar
kebangkrutan hukum segera teratasi.
(source:mediaindonesia .com)