DUKUNGAN terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, pimpinan nonaktif KPK yang kini mendekam dalam tahanan kepolisian, terus mengalir deras tiada henti. Dukungan itu datang dari dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia maya.

Di dunia nyata, para tokoh nasional dengan sukarela menjaminkan diri untuk membebaskan Bibit dan Chandra. Mereka pun dengan penuh semangat turun ke jalan bergabung dengan elemen masyarakat lain untuk berunjuk rasa. Dukungan di dunia nyata tersebar dari Jakarta hingga ke berbagai daerah.


Yang lebih fantastis terjadi di dunia maya. Dukungan untuk Bibit dan Chandra di jejaring sosial Facebook sudah menembus angka 500 ribu dari target 1 juta.

Rata-rata 100 orang setiap menit memberikan dukungan. Inilah dukungan yang menembus batas ruang dan waktu.

Harus diakui, dukungan yang hebat dari dunia nyata dan dunia maya itu mampu menekan Presiden. Buktinya, Presiden kemudian membentuk Tim Pencari Fakta.

Yang perlu ditekankan ialah munculnya dukungan yang hebat melalui Facebook itu merupakan tanda bangkitnya kekuatan masyarakat sipil yang harus diperhitungkan oleh yang berkuasa karena dukungan itu bisa saja berbuah menjadi people power.

Suka atau tidak suka, telah terjadi pembangkangan sipil.

Facebook efektif untuk kepentingan politik. Presiden Amerika Serikat pada saat kampanye juga menggunakan Facebook. Ia mendapatkan sumbangan kampanye Rp6,9 triliun dari 3 juta pengguna internet melalui situsnya dan melalui Facebook. Perjalanan politik di Thailand juga dipengaruhi dunia maya dalam menggerakkan unjuk rasa.

Dukungan rakyat di Facebook untuk Bibit dan Chandra adalah riil. Disebut riil karena mereka yang memberikan dukungan itu tidak pernah mengenal secara dekat dengan Bibit dan Chandra. Mereka tergerak memberikan dukungan berdasarkan bisikan hati nurani.

Mereka terpanggil memberikan dukungan karena mereka yakin seyakin-yakinnya bahwa Bibit dan Chandra korban kriminalisasi.

Kebangkitan rakyat seperti yang diperlihatkan di Facebook merupakan reaksi atas tersumbatnya saluran demokrasi resmi. Sekaligus reaksi terhadap kartel politik yang dipertontonkan partai politik dengan koalisi besarnya.

Partai politik yang sejatinya alat perjuangan rakyat lebih doyan bersekutu dengan penguasa. Tidak mengherankan jika saat ini partai memilih bungkam. Sama sekali tidak bersuara atas kriminalisasi KPK.

Anggota DPR pun tidak bisa lagi diharapkan sebagai penyalur aspirasi rakyat. Sebab 75% DPR bersatu dengan pemerintah. Yang terjadi adalah demokrasi prosedural, yang mengabaikan substansi.

Di dunia hukum pun terjadi hegemoni prosedur, yang mengabaikan nalar dan rasa keadilan publik. Akibatnya, timbul perlawanan yang luas melalui Facebook.

Adalah kenyataan bahwa pemerintahan baru yang belum berumur 100 hari, dengan kasus Bibit dan Chandra, telah menuai ketidakpercayaan yang luas. Karena itu, melalui forum ini kita ingatkan agar kekuasaan lebih jujur mendengarkan suara publik.
(Source:Media indonesia.com)